Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Rabu, 25 Februari 2015

Rekam Jejak Sang Senopati Daratan Besuki, Letkol Moch. Sroedji Bukti Nyata Sikap Kepahlawanan Nasional


Artikel: Letkol Mochammad Sroedji sebagai Pahlawan Nasional (dicantumkan dalam lomba artikel PWI Jember)              


Senopati dari daratan besuki
Memekikkan senandung perjuangan
Menggelora dalam jiwa bala tentaranya
Darah semangat pejuang mengalir deras
Melunturkan nyali sang Rahwana  
Sesosok pria tergambarkan dalam sebuah monumen patung yang berdiri tegap dengan gagah berani bersenjatakan samurai yang melekat dalam tubuhnya. Di depan kantor pemkab jember ia berdiri menjulang tinggi. Tidak setiap orang tahu siapa gerangan pria yang digambarkan dalam patung tersebut. Namun namanya tidak asing lagi bagi masyarakat Jember karena banyak digunakan sebagai nama jalan di daerah Jawa-Timur. Bahkan nama ini menjadi identitas perguruan tinggi swasta di Jember. Orang yang menjadi sang pahlawan karesidenan besuki. Dicintai dan dibanggakan karena perjuangannya yang luhur,tulus ikhlas mengabdi untuk tanah air. Dialah sang patriot, Letkol Mochammad Sroedji. Sudah selayaknya Letkol Moch.Sroedji disahkan sebagai pahlawan nasional. Mengapa bisa demikian?, Dengan menyimak rekam jejak perjuangannya maka akan tersajikan bukti bahwa ia layak disejajarkan dengan pahlawan nasional lainnya.
Letkol Moch Sroedji seorang tokoh pahlawan legendaris putra jawa timur lahir di Bangkalan Madura, 1 Februari 1915. Putra dari Bapak H.Hasan dan Ibu Hj.Amni. Sejatinya, Moch. Sroedji menempuh pendidikan di HIS (Hollands Indische School) dan Ambactsleergang, sekolah kejuruan di bidang pertukangan di Kediri. Beliau memulai karir menjadi pegawai jawatan kesehatan sebagai mantri malaria di RS.Kreongan Jember. Moch. Sroedji mulai menapaki dunia militer sejak tahun 1943  dengan mengikuti pendidikan tentara pembela tanah air (PETA) angkatan 1 di Bogor. Sejak saat itu dia selalu terlibat dalam urusan pertahanan dan keamanan bahkan disaat BKR (Badan Keamanan Rakyat) berubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat), Moch. Sroedji ditunjuk menjabat sebagai Komandan Batalyon I Resimen IV Divisi II di Kencong Jember.
September 1945, Indonesia yang baru merdeka membaca sinyal kedatangan sekutu untuk menguasai wilayah bekas jajahan jepang. Hal itu terbukti terjadi, sekutu yang memenangkan perang dunia II membawa belanda untuk masuk kembali di wilayah indonesia. Menjadikan Indonesia sebagai mesin uang negeri kincir angin tersebut. Tentunya dengan jalan yang sama yakni membangun dinasti pemerintahan koloni untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia. Indonesia yang baru seumur jagung merdeka dengan sekuat daya menyelamatkan wilayahnya dengan jalan diplomasi maupun perlawanan seadanya. Perlawanan militer yang dilakukan Indonesia juga melibatkan Moch. Sroedji yang dipercaya untuk memimpin pertempuran di Sidoarjo sebagai komandan sektor sayap tengah melawan pasukan inggris dan kroninya. Karena kegigihan dan semangatnya yang tinggi, Moch Sroedji mampu membakar semangat pasukannya sehingga meraih kemenangan dalam beberapa kali pertempuran. Karena jasanya itulah ia diangkat menjadi Letnan Kolonel. Jika ditinjau dari  syarat khusus kriteria pahlawan nasional dinyatakan bahwa seorang pahlawan adalah WNI yang melakukan perjuangan senjata maupun perjuangan politik untuk mempertahankan kemerdekaan  dan tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan. Hal ini tentu melekat pada Letkol Moch. Sroedji yang memiliki integritas tinggi dalam memperjuangkan kemerdekaan dan berjuang sampai titik darah penghabisan. Beliau juga tidak pernah sekalipun menyerah pada lawannya.
Karirnya sebagai pejuang tinggi tidak berhenti sampai disitu, Letkol Moch. Sroedji pernah menjabat sebagai Komandan Resimen Infantri 39 Menak Koncar dan juga merangkap sebagai Komandan Divisi VII Surapati di Lumajang. Bahkan dalam peristiwa penumpasan pemberontakan PKI Madiun 1948 beliau bertugas sebagai Kepala Staf Gabungan Angkatan Perang (SGAP) di wilayah Blitar. Kemudian sang patriot itu dilantik sebagai Komandan Brigade III Divisi Damarwoelan yang membawahi karesidenan besuki pada bulan april 1948. Ini merupakan jabatan terakhir yang diterimanya sebelum ia gugur. Keahlian Letkol Moch. Sroedji dalam mengatur strategi perang banyak merepotkan pasukan belanda yang berniat mengambil alih kekuasaan wilayah jember . Tidak heran, jika Belanda mengadakan sayembara  menangkap Moch. Sroedji hidup atau mati dengan dibandrol harga 10.000 gulden. Membuat belanda harus merogoh koceknya sebesar itu hanya untuk 1 nyawa tentu orang ini sangat luar biasa hebatnya.  
Seorang pahlawan selalu memiliki keberanian, gagasan cemerlang serta mampu menghidupkan semangat perjuangan pasukannya. Hal tersebut juga terdapat dalam diri seorang Letkol Moch. Sroedji sebagai pimpinan perang. Perjanjian Renville tanggal 18 Desember 1947 menuai buntut panjang yang menyebabkan wilayah Indonesia semakin menyempit. Tentara Indonesia harus mengosongkan daerah dengan batas yang sudah ditentukan oleh Van Mook.  Tak terkecuali dengan Resimen 40 Damarwoelan dibawah pimpinan Letkol Sroedji beserta masyarakat yang juga ikut berpindah. Akhirnya mereka mengungsi di Blitar selama kurang lebih 3 bulan. Seiring waktu berjalan, perbekalan konsumsi menipis dan akhirnya Letkol Moch. Sroedji menanggung beban konsumsi pasukan dan rakyat yang ikut serta. Sosok seperti letkol Moch. sroedji yang penuh wibawa dan ringan tangan memang patut dijadikan contoh kriteria pemimpin yang ideal.
Manusia hebat lahir dari adanya dukungan orang-orang disekitarnya. Begitu juga dengan perjuangan Letkol Moch. Sroedji yang tidak lepas dari peran orang-orang di sekitarnya untuk turut mendukung dan membantu perjuangannya. Salah satu diantaranya adalah Hj Mas Roro Roekmini. Seorang wanita kuat dan tangguh yang dipinang Letkol Moch. Sroedji di tahun 1939. Ibu Rukmini begitulah ia biasa dipanggil adalah wanita yang sangat mendukung pejuangan suaminya sebagai pejuang yang selalu dikejar-kejar belanda layaknya buronan. Dia tetap setia menunggu suaminya dan membesarkan ke-4 anaknya yang masih balita ketika Letkol Moch. Sroedji harus pergi berperang. Ibu Rukmini hanya bisa bersyukur bahagia ketika mendengar kabar Letkol Moch. Sroedji masih menjadi buronan belanda, dengan begitu maka ia yakin suaminya masih hidup. Figur teladan seorang istri yang sanggup untuk tetap mendukung perjuangan suaminya meskipun ia harus membesarkan buah hatinya sendirian dan menahan rasa rindu yang teramat dalam. Pantaslah ia sangat dicintai Letkol Sroedji karena kecantikan hati serta parasnya yang anggun.
Seseorang lainnya yang setia mendampingi Letkol Sroedji dalam perjuangannya adalah dr. Soebandi. Ditugaskan sebagai resimen militer besuki sekaligus perwira kesultanan. Pejuang sekaligus dokter medan perang. Sahabat yang berjuang bersama-sama, hingga keduanya gugur di waktu yang hampir bersamaan bagaikan pasangan yang tak terpisahkan. Nama Dokter Soebandi diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Daerah Jember. Di akhir tahun 1948 Belanda telah menduduki wilayah Jember dan sekitarnya, Brigade III Divisi Damarwoelan Divisi I TNI Jawa Timur dibawah komando Letkol Moch. Sroedji melakukan aksi perlawanan atau yang disebut wingate action. dr.Soebandi yang kala itu menjabat sebagai kepala staf resimen ikut dalam rombongan Letkol Sroedji beserta pasukannya. Mereka menempuh medan panjang dari Lumajang-Klakah-Jember-Banyuwangi. Aksi tersebut berlangsung selama 51 hari. Tanggal 8 Februari 1949 merupakan puncak pertempuran yang terjadi di Desa Karang Kedawung-Mumbulsari Jember. Kala itu Letkol Sroedji tertembak dada kirinya. Dr Soebandi yang mengetahui sahabatnya terluka langsung merayap melalui parit. Membopong Letkol Sroedji yang terluka parah namun tentara belanda yang mengetahui hal itu menembakkan berondongan peluru ke tubuh dr. Soebandi hingga ia akhirnya gugur.
Letkol Moch. Sroedji langsung balik menyerang pasukan belanda saat mengetahui sahabatnya gugur meskipun tengah terluka parah. Terkena hujan peluru pasukan Belanda, sang Patriot itu gugur dengan meninggalkan segenap pengabdiannya sebagai pejuang kemerdekaan. Pasukan belanda riang gembira menyaksikan musuh bebuyutannya terjubur lemah. Sebagai tanda kemenangan, tentara Belanda menyiksa tubuh Letkol Moch. Sroedji yang sudah tidak bernyawa dengan menyeretnya dengan truk pengangkut pasukan.  Jenazah Letkol Sroedji diletakkan begitu saja di meja yang berada di depan pelataran mushola yang kemudian dimakamkan di desa kreongan atas permintaan kyai dachnan seorang pemimpin mushola di kreongan. Ribuan orang memadati areal pemakaman demi memberikan penghormatan terakhir bagi sang pahlawan. Tuntas sudah perjuangan Letkol Moch. Sroedji meskipun gugur dalam pertempuran namun setidaknya cita-cita moch sroedji untuk membebaskan tanah air dari imperium penjajah terwujud setelah ia gugur. Perjanjian KMB menjadi awal  titik terang bagi indonesia menemukan kembali jalan kemerdekaannya. Dengan demikian, sudah selayaknya Letkol Sroedji mendapatkan gelar kepahlawanan nasional. Dedikasi perjuangannya hanya untuk negara, rela berkorban demi keutuhan wilayah indonesia. Mengacu pada UU Nomor 20 tahun 2009, salah satu syarat umum seseorang dinobatkan sebagai pahlawan nasional yakni melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidup dan melebihi tugas yang diembannya. Bukankah Letkol Moch. Sroedji adalah orang yang mengedepankan kepentingan negara daripada nyawa dan keluarganya sendiri. Sebagian dari hidupnya beliau habiskan untuk bergerilya, melakukan perlawanan dan aksi heroik  untuk sebuah kedaulatan negara.
Moch Sroedji adalah salah satu contoh dari ribuan pejuang kemerdekaan yang telah gugur sebagai kusuma bangsa. Ketika di zaman sekarang ini sangat sulit untuk menemukan orang yang benar-benar mengabdikan diri untuk negara seperti Letkol Moch. Sroedji. Para birokrat sebagai pemimpin yang seharusnya menjadi teladan namun realitanya banyak yang terjerat kasus korupsi dan tindak kejahatan. Hal ini karena mereka mengukur pengadiannya dengan materi. “Seberapa besar saya dibayar, seberapa besar kekayaan yang akan saya dapatkan”.  Selayaknya mereka berpikir bahwa para pejuang kemerdekaan tidak pernah meminta balas jasa meskipun nyawa menjadi taruhannya. Para pejuang tersebut hanya mempunyai segelumit harapan yang sudah ratusan tahun lamanya mereka nantikan yakni “Merdeka”, terbebas dari belenggu bangsa asing. Mungkin setelah gugur, mereka akan istirahat dengan tenang meskipun tak lagi dikenang. Namun mereka wafat dengan rasa bangga memberikan apa yang bisa mereka pertahankan untuk bumi pertiwi. Mereka hanya berharap suatu saat negeri ini menjadi tempat penghidupan yang aman bagi anak cucu bangsa agar bisa menikmati hidup lebih baik dari mereka. Tumbuh dan berkembang menjadi generasi penerus cerdas, mampu membawa bangsa ini menuju arah kemajuan.  

Tetesan darah sucimu
Akan selalu terpatri dalam jiwa raga kami
Tersenyumlah dengan riang
Kami disini akan meneruskan cita’’ muliamu
Mengisi kemerdekaan yang engkau perjuangkan
Merajut sayap-sayap garuda yang telah patah
Menggaungkan kembali negeri Indonesia
Berbekal Semangat Perjuangan 45
Yang kau haturkan di medan pertempuran
Terimakasih telah berjuang untuk kami
-Salam Anak Cucu Bangsa